Salah
satu problem kompleks yang dihadapi umat Islam hari ini adalah tentang
ketiadaan sistem tata waktu yang dapat menyatukan seluruh agenda umat Islam di
muka bumi, baik agenda ibadah maupun muamalah. Dikatakan problem kompleks
karena ketiadaan sistem waktu ini menyebabkan rentetan masalah yang timbul di
tengah umat Islam. Satu di antara rentetan masalah itu adalah terjadinya
perbedaan pelaksanaan puasa Arafah antara satu tempat dengan tempat lain
(Syamsul Anwar: Kalender Hijriah Global, Penyatuan Jatuhnya Hari Arafah,
h. 2). Puasa Arafah adalah satu macam ibadah yang pelaksanaannya terkait dengan
peristiwa yang terjadi ditempat lain, yaitu Arafah. Di mana ketika di Arafah sesungguhnya
sudah masuk tanggal 9 Dzulhijah tapi ada beberapa kawasan yang belum masuk
tanggal 9 Dzulhijah, maka di sinilah kemudian muncul problem. Selain masalah
tersebut ada masalah lain yang hampir selalu menghampiri umat Islam setiap kali
akan memasuki bulan Ramadan dan Syawal. Umat Islam di seluruh dunia pada
bulan-bulan tersebut mengalami ketidakpastian tentang kapan mereka harus
memulai puasa dan hari raya. Problem mendasar dari semua yang dihadapi umat
Islam tersebut adalah karena umat Islam sampai hari ini tidak memiliki suatu
sistem tata waktu yang bersifat unifikatif. Ironis memang, ketika usia
peradaban Islam yang hampir menyentuh angka 1,5 milenium, masih saja peradaban
ini belum memiliki kalender Islam pemersatu. Padahal sebagaimana disebutkan
Syamsul Anwar, “setiap peradaban besar yang lahir ke dalam panggung sejarah
pasti memiliki suatu sistem penanggalan sesuai dengan pandangan hidup dan nilai
yang dikembangkan oleh peradaban itu.” (Syamsul Anwar: Kalender Hijriah
Global, Penyatuan Jatuhnya Hari Arafah, h. 1dan 7-12).