Selasa, 23 April 2013

Budaya Organisasi di PUTM


Tidak terasa hampir tiga tahun sudah aku berada di PUTM, sebuah institusi yang tidak pernah aku dengar sebelumnya. Benar-benar asing. Alhamdulilah Allah memberi kekuatan kepadaku untuk terus bertahan di sini. PUTM atau pendidikan ulama tarjih muhammadiyah tiga tahun terakhir ini menjadi keluarga baru dan tempat berbagi senang dan duka. Banyak sekali perjalanan hidup yang terukir di tempat ini. PUTM menjadi saksi semuanya.

Masih teringat sekali awal-awal aku di PUTM. Pertanyaan yang selalu kutanyakan, bisa tidak lulus dari sini lebih cepat? Pertanyaan yang muncul karena rasa ketidakbetahan ketika awal-awal berada di PUTM. Tapi sekarang sudah tidak. Lambat laun aku mulai menikmati kehidupan di PUTM. Bersama teman-teman baru dan tentunya para ustadz serta pengurus PUTM.


Di PUTM ini aku belajar bagaimana menjadi orang yang disiplin, taat, rapi dan tidak slengekan. Para ustadz dan pengurus selalu mengkampanyekan itu, bagaimana mereka membuat para thalabah bisa menjadi sosok  kader Muhammadiyah yang benar-benar bisa menjiwai nilai-nilai keulamaan. Misalnya saja ketika penerapan wajib salat tahajud setiap malam, kecuali malam jum’at karena libur. Puasa sunah senin-kamis, wajib berpeci ketika salat, tidak boleh berpakain yang mecem-macem, dan lain sebagainya. Belum lagi ketika ditambah dengan kebijakan-kebijakan internal asrama yang baru. Semua itu sesungguhnya karena PUTM ingin mengajarkan kepada para thalabah tentang kedisiplinan, ketaatan dan nilai-nilai keulamaan. Namun terkadang ada beberapa kebijakan yang berefek kurang baik ketika dipraktekkan pada thalabah. Itu karena kebijakan yang dibuat terkadang tidak melihat dan mempertimbangkan kondisi thalabah, bahkan mungkin kurang dikomunikasikan dengan para thalabah. Misalnya saja kebijakan internal asrama tentang larangan makan di kamar. Jelas ini mendapat respon yang agak sentimen dari para thalabah. Menurutku di sini pihak pengurus kurang melihat situasi dan kondisi individu dari setiap thalabah. Bisa jadi ada satu-dua thalabah yang tidak bisa makan bila tidak di kamar. Karena mungkin meilhat  kondisi ruang makan yang terkadang tidak layak bila disebut ruang makan karena kotornya itu. Kemudian kebijakan tentang batasan waktu makan. Menurutku ini sangat tidak masuk akal. Karena setiap perut manusia pasti punya jam laparnya masing-masing, kenapa harus dibatasi dan diatur?

Aku sadar semua kebijakan itu dibuat tujuannya untuk kebaikan bersama. Tapi memang kadang-kadang ketika akan mebuat suatu kebijakan kita harus mengkomunikasinnya dengan orang-orang yang nantinya akan merasakan langsung dampak dari kebijakan itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar