Tanah haram mengepuh. Memanggang para kekasih-kekasih-Nya. Harta dan jiwa siap mereka taruhkan di meja judi suci. Cinta kekasih-kekasih dunia telah mereka tinggalkan demi meraih cinta agung-Nya. Tak ada lagi bayangan dan harapan kemewahan dunia. Di depan telah bersiap menanti maut yang mengantar ke surga. Janji-Nya yang telah termaktub di dalam kitab suci membakar semangat kekasih-kekasih surga.
Seorang lelaki berpakaian putih. Tampan. Berwajah bersih. Tak ada noda. Mendatangi kerumunan kekasih-kekasih surga.
“Besok, aku akan berikan bendera komando mulia ini pada seseorang. Yang di hatinya tiada siapapun kecuali DIA dan aku. Ia amat cinta pada-Nya dan padaku. Cintanya tak kan bertepuk sebelah tangan, karena DIA dan aku pun mencintainya. DIA akan memenangkan pertaruhan kalian di meja judi suci di bawah komando jihadnya”
Serentak kekasih-kekasih surga terhentak dengan ucapan seseorang yang tak asing di mata mereka. Kesantunan perangainya. Kehalusan ucapannya dan ketinggian budi pekertinya membuat seseorang ini sangat berkharisma.
Mulut mereka terbisu. Rasa harap tumbuh bercokol dalam hati. Hati mereka berharap tugas mulia ini akan menjadi jalan pintas menuju taman surga. Tapi siapa gerangan orang yang beruntung ini? tak ada tanya yang keluar dari mulut mereka. Mulut mereka kembali terbisu di hadapan sepuhan tanah haram. Di balik rongrongan takbir padang sahara yang luas.
Matahari menurun setapak demi setapak. Sepanjang senja merah keemasan menghias petala langit. Sesampainya jubah hitam malam memayungi. Tak ada bahasan mereka para kekasih surga selain siapa orang yang akan menjadi komando pertaruhan judi suci besok. Malam seiring memekat. Jubahnya semakin menghitamkan petala langit. Malam pun tertidur.
***
Fajar menyingsing di tanah haram. Adzan bilal mengumandang di seantero hamparan sahara yang hangat. Sisa-sisa terik matahari menghangatkan shubuh yang seharusnya dingin. Kekasih-kekasih syurga menghamipiri kumandang cinta-Nya dengan rasa gembira berlipat. Rasa gembira yang tertahan sedari malam. Seusai shubuh, sang imam yang tak lain ialah seorang lelaki tampan berwajah bersih yang kemarin berjanji akan memberikan bendera komando berbalik dari pengimamannya. Sorban putih melilit di kepalanya. Ia melihat dan meneliti seluruh jama’ah. Gurat wajahnya tiba-tiba berubah. Sedikit mengeruktan dahinya. Cukup lama ia melihat dan meneliti. Di satu lain, kekasih-kekasih surga semakin memuncak harapnya. Semakin membuncah penantiannya.
“Ada apa wahai kekasih Sang Pencipta, yang DIA telah memberikan hak padamu kelak di akhirat untuk memberi syafa’at?” tanya seorang kekasih surga yang semakin berhaparap dirinya-lah yang diberi bendera komando mulia.
“Di mana Ali bin Abi Thalib?” jawabnya sekaligus bertanya.
“Ia sedang sakit matanya. Sehingga ia tak datang kemari pagi ini”
“Wahai kekasih-kekasih surga, bawalah ia kemari padaku. Tahukah kalian? Ia lah orang yang akan ku beri komando mulia ini. ”
Takbir menggema perlahan. Semakin lama semakin mengeras. Berbondong mereka munuju rumah Ali. Ada sedikit rasa kecewa dalam diri mereka karena bukan mereka yang terpilih. Tapi mereka tetap melapangkan dada. mereka menerima apa yang dikatakan kekasih-Nya. Mereka tetap yakin firman-Nya dalam kita suci tak akan pernah DIA ingkari sendiri. Firman-Nya sekaligus menjadi janji-Nya yang sakral.
“Wahai kekasih sekalian alam. Ini dia Ali bin Abi Thalib telah kami datangkan untukmu. Sekarang, kami taat padamu dan padanya. Apa yang engkau dan ia titahkan akan kami laksanakan.”
Ia rengkuh tangan Ali. Tak lama, tangannya mengusap mata Ali sambil meludahinya. Do’a ia panjatkan pada sang Rabb. Sesaat kemudian sembuhlah mata Ali. Bahkan tak ada bekas luka sedikitpun di mata beningnya.
“Wahai pemuda tangguh. Cinta-Nya dan cintaku akan menguatkanmu. Pergilah!. Dan laksanakan kewajiban ini. menangkan perjudian suci ini bersama mereka para kekasih surga. Bawa dan pimpin mereka para kekasih surga. Ajaklah musuh-musuh judimu untuk memeluk agama cinta ini. jika mereka telah berserah, ajari dan beritahukanlah hak-hak-Nya yang harus mereka penuhi. Sungguh! demi sang Rabb yang aku berada di tangan-Nya, hal itu lebih baik dari harta termewah para gujarat.’’
Ali berdiri dari duduknya. Tangannya memegang kedua bahu lelaki tampan itu.
“Cinta-Nya dan cintamu menguatkanku”. Jawab ali dengan nada tegas.
***
Ali berbalik dari hadapan lelaki bersorban putih itu. Menghadap belakang ke arah para kekasih surga. Dengan lantang ia bertanya.
“Siapkah kalian para kekasih surga berjudi di meja judi suci?”
Matahari semakin mendaki langit. Cahayanya mengobarkan semangat para kekasih syurga. Mereka tak menjawab. Hanya tahlil dan takbir yang mereka gemakan seiring pertanyaan Ali. Di bawah pimpinan pemuda tangguh mereka bertakbir, berangkat berjudi di meja judi suci, menyerukan kalimat-kalimat-Nya..
PUTM, kaliurang, 1 0ktober 2011, senja.
Diadaptasi dari kisah dalam hadits nabi yang dikutip dari kitab fathul masjid karangan Syekh Abdur Rahman bin Hasan Ali Syaikh bab “Ad-Du’a Ilaa Syahadati An Laa Ilaahaillalah”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar