“Mesir terlalu indah untuk tidak ditulis”. Satu kalimat di catatan dosenku jebolan Al-Azhar University. Demikian mungkin yang masih ada dalam relung hatiku yang terdalam. Mimpi-mimpi mesir masih mengawang tak tahu tujuan di anganku. Masih terus menghiasi lamunanku dikala rinduku pada senja Alexandria yang konon mengemaskan birunya langit mesir. Pantulan riak lautnya yang memerak menghias samudera.
Oh, Mesir. Andaikan kau tak sejauh mata memandang mungkin akan kukayuh sampanku mengarungi samudera. Akan ku langkahkan kakiku untuk menapaki jejak-jejak para alumni Azhar yang telah dulu pulang ke Indonesia.
Oh, Mesir. Andaikan tiba-tiba aku mendapatkan undangan darimu untuk hadir di Al-Azhar-mu yang penuh dengan sejarah para ulama hebat, akan ku sungkurkan kepalaku pada-Nya. Akan kuucap takbir cinta pada-Nya. Akan ku siapkan kado indah untukmu. Akan kudatangi Alexandria-mu. Akan kutulis disalah satu pojok pyramid-mu “Aku padamu”.
Mungkin memang benar “mesir terlalu indah untuk tidak ditulis”. Tapi ada satu kalimat yang mungkin lebih pantas untukmu. Ini murni dariku, bukan dari yang lain…
”Mesir selalu indah untuk ditulis”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar